EFFICIENCY VS EQUITY

Untuk mendapatkan sesuatu yang kita inginkan biasanya kita harus merelakan atau menyerahkan hal lain yang sesungguhnya juga bermanfaat bagi kita. Jika kita mempunyai banyak tujuan sebagian tujuan harus kita lepaskan demi mengejar tujuan tertentu yang paling kita inginkan. Pembuatan keputusan mengharuskan kita merelakan tujuan untuk memperoleh tujuan yang lain. Trade off yang harus dihadapi masyarkat dewasa ini adalah trade off antara efisiensi dan keadilan (equity). Sebelum melangkah lebih jauh ada baiknya kita mengetahui tentang perbedaan dari efisiensi dan kedilan itu sendiri.

Lantas apakah pengertian dari efisiensi dan keadilan itu?

Efisiensi berarti bahwa masyarakat memperoleh hasil yang paling banyak/baik dari sumber daya yang terbatas. Sedangkan Keadilan adalah kondisi ideal ketika kesejahteraan ekonomi terbagi atau terdistribusikan secara adil diantara segenap anggota masyarakat. Jika diibaratkan dengan sebuah kue jik ukuran kue semakin besar maka semakin efisien dan bagaimana membagi kue setiap orang mendapat ukuran yang sama disebut dengn keadilan.

Jika diuraikan pengertianya satu per satu kedua hal tersebut tentu akan sangat diperlukan dalam sistem perekonomin suatu bangsa tetpi apisesungguhnya dari sudut pandang ekonomi, dua kata ini sulit sekali untuk digandengkan. Dalam kamus Efisiensi berarti: “when someone or something uses time and energy well, without wasting any”, maka melihat berbagai permasalahan yang ada di sekitar kita efisiensi memang diperlukan. contohny bagaimana pengelolaan pelabuhan yang tidak efisien karena terlalu banyak biaya-biaya tidak resmi, atau penggunaan waktu dan standar operasional yang tidak sinkron antara satu bagian dengan bagian yang lain akan berakibat meningkatkan biaya penerimaan dan pengiriman barang, yang dampak selanjutnya adalah berkurangnya daya saing produk-produk dalam negeri dibandingkan dengan buatan luar negeri, misalnya. Tetapi bagaimana jika efisiensi menjadi satu konsep dengan keadilan, efisiensi berkeadilan, dan itu ada dalam ranah bangunan perekonomian nasional?  Tentu tidak semudah itu. banyak sekali faktor yang harus dipertimbangkan

Banyak aspek yang sebenarnya terkait dengan konsep efisiensi dan konsep keadilan, dan juga problematika di antara keduanya, seperti yang dikatakan oleh Mathis, ada tiga kemungkinan ketika efisiensi dan keadilan yang keduanya mempunyai tujuannya masing-masing, disandingkan, yaitu (1) terjadi harmoni, (2) netral, dan (3) munculnya konflik diantara tujuan-tujuan keduanya. Hal ini ditegaskan oleh Mathis dengan mengutip pendapat Arthur M. Okun:

[The] tradeoff […] between equality and efficiency […] is, in my view, our biggest socioeconomic tradeoff, and it plagues us in dozens of dimension of social policy. We can’t have our cake market efficiency and share it equally”

Efisiensi terjadi ketika kondisi kesejahteraan tidak dapat ditingkatkan lagi tanpa mengorbankan tingkat kesejahteraan pihak lain (Pareto). Kalau dalam suatu komunitas ada A (50), B (100), dan C (1000) dengan angka di dalam kurung mewakili tingkat kesejahteraan hipotetis, maka menaikkan kesejahteraan A tanpa mengorbankan kesejahteraan B atau C adalah kondisi dimana terjadi perbaikan efisiensi (Pareto improvement); tetapi jika untuk menaikkan tingkat kesejahteraan salah satu anggota harus menurunkan kesejahteraan anggota lain, maka kondisi awal ini sudah menunjukkan Pareto efficient.

Equity, dilain pihak adalah kondisi berkeadilan. Ini yang susah didefinisikan. Adil adalah suatu istilah yang batasannya tidak tegas dan sangat relatif. Adil bagi C belum tentu dianggap adil bagi A atau B. Kita tidak bisa memuaskan semua pihak sekaligus. Subsidi BBM secara massal tidak efisien karena memicu over-consumption dan dinikmati golongan yang tidak seharusnya menerima subsidi. Tetapi dengan struktur ekonomi dan bisnis kita yang memang tidak efisien, menghilangkan subsidi sekaligus akan membuat kehidupan lapisan miskin semakin menderita. Di sini kita lihat ada trade-off antara efficiency dan equity. Saya tidak hendak membahas mana yang terbaik tetapi hanya ingin menunjukkan bahwa dalam hampir semua hal efficiency itu bekerja berlawanan arah dengan equity.

Dengan demikian dapat ditarik kesimpulan bahwa pada kenyataannya, efisiensi dan keadilan sering sekali tidak dapat sejalan.Percayalah  it is very difficult if not impossible to achieve. Untuk mencapai efisiensi maka harus mengorbankan keadilan, begitu pula sebaliknya. Kedilan dapat dicapai tetapi konsekuensinya adalah menurunnya efisiensi. First fundamental theorem of welfare economics menyatakan bahwa ekuilibrium yang kompetitif dapat mencapai pareto optimum dalam pasar yang sempurna. Dalam kenyataannya, terjadi kegagalan pasar (market failure), sehingga lahirlah second fundamental theorem of welfare economics yang menyatakan bahwa dalam konteks terjadi kegagalan pasar, ekuilibrium yang kompetitif dan memiliki properti pareto yang optimal dapat dicapai melalui lumpsum transfer. Hal inilah yang kemudian menjadi dasar intervensi pemerintah untuk mengatasi trade-off antara efisiensi dan pemerataan melalui kebijakan redistribusi dalam bentuk pajak, subsidi, dan pengeluaran publik pemerintah.

Jadi, satu hal yang harus kita pahami akan fakta adanya tradeoff yaitu bahwa dalam hidup terdapat banyak pilihan dan semuanya tidak bisa kita dapatkan secara bersamaan dengan sumber daya yang terbatas. Kita hanya akan dapat membuat keputusan-keputusan yang baik jika kita mengetahui berbagai kemungkinan/pilihan yang ada. Dalam keputusan publik, pemerintah suatu saat berhak memilih equity sebagai argumen keputusannya. Dalam hal ini tak usah teriak soal efisiensi, minimalkan saja inefisiensinya dan terimalah keputusan itu sebagai keputusan politis negara.

Leave a comment